Kamis, 01 Desember 2011

Kondisi Fisik Wilayah dan Penduduk Indonesia

KONDISI FISIK WILAYAH DAN PENDUDUK INDONESIA
Negara Indonesia merupakan rangkaian gugusan pulau yang terbentang sepanjang + 5.600 km dari Sabang hingga Merauke. Wilayah negara Republik Indonesia mempunyai gugusan pulau terbanyak di dunia. Data terbaru menunjukkan bahwa jumlah pulau di Indonesia mencapai 18.110 buah (Buku Pintar Seri Senior, 2003), terdiri atas pulau besar dan kecil, baik yang berpenghuni ataupun tidak. Keberadaan pulau-pulau dan luas wilayah tersebut merupakan salah satu unsur fisik penyusun wilayah Indonesia yang akan kita pelajari dalam bab ini. Adapun unsur sosialnya akan kita bahas pada bab tersendiri.
A. Unsur-Unsur Fisik Wilayah Indonesia
1. Letak Indonesia
Letak Indonesia artinya tempat beradanya wilayah Indonesia di permukaan bumi. Berdasarkan sifatnya, letak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu letak absolut dan letak relatif.
a. Letak Astronomis
Letak astronomis dapat diartikan sebagai letak wilayah secara tepat berdasarkan kedudukan garis lintang dan bujur. Secara astronomis, wilayah Indonesia berada antara 6o LU - 11o LS dan 95o BT - 141o BT. Perhatikan letak astronomis wilayah Indonesia berikut!
Letak astronomis disebut juga letak absolut. Letak ini membawa pengaruh bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Berikut ini beberapa pengaruh tersebut.
1) Letak lintangnya menyebabkan Indonesia beriklim tropis.
2) Letak bujurnya membagi wilayah Indonesia ke dalam tiga daerah waktu berikut ini.
a) Waktu Indonesia Barat (WIB) dengan patokan garis bujur 105o BT dengan selisih waktu 7 jam lebih awal dari GMT. Daerah waktunya meliputi Sumatra, Jawa, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah.
b) Waktu Indonesia Tengah (WITA) dengan patokan garis bujur 120o BT dan selisih waktu 8 jam lebih awal dari GMT. Daerah waktunya meliputi Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Bali, NTT, NTB, Sulawesi, dan pulau-pulau kecil di sekitarnya.
c) Waktu Indonesia Timur (WIT), dengan patokan garis bujur 135o BT dan selisih waktu 9 jam lebih awal dari GMT. Daerah waktunya meliputi Kepulauan Maluku, Papua, dan pulau-pulau kecil di sekitarnya.
b . Letak Geografis
Letak geografis diartikan sebagai letak suatu wilayah kaitannya dengan wilayah lain di muka bumi. Secara geografis, Indonesia terletak di antara Benua Asia dan Benua Australia, serta di antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik.
Letak geografis Indonesia menempatkan Indonesia di posisi silang, sehingga Indonesia berada pada jalur transportasi perdagangan yang ramai. Bahkan sejak zaman dahulu, perairan Nusantara merupakan perairan yang ramai dilalui kapal-kapal dagang dari India, Eropa, dan Cina. Dampak dari posisi silang ini menyebabkan Indonesia kaya akan keragaman budaya dan suku bangsa. Selain itu, letak di antara dua benua dan dua samudra memengaruhi kondisi cuaca dan iklim. Benua dan samudra yang memiliki karakteristik iklim yang berlainan, secara periodik memengaruhi keadaan cuaca dan iklim di Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa. c . Pengaruh Letak Indonesia terhadap Perubahan Musim
Perpaduan antara letak astronomis dengan letak geografis Indonesia tersebut menimbulkan kondisi berikut ini.
1) Matahari bersinar terus menerus sepanjang tahun.
2) Penguapan tinggi, sehingga kelembapan juga tinggi.
3) Memiliki curah hujan yang relatif tinggi.
4) Memiliki wilayah hutan hujan tropis yang cukup lebat.
5) Memiliki dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau sebagai akibat pergerakan angin monsun.
Musim di Indonesia dipengaruhi oleh adanya gerak semu matahari. Gerak semu matahari terjadi karena pengaruh rotasi bumi dalam berevolusi (mengelilingi matahari). Perhatikan gambar dan uraian singkat berikut! Pada tanggal 23 Maret, posisi matahari tepat di atas khatulistiwa (0°), kemudian matahari seolah-olah bergeser ke arah Utara, hingga pada tanggal 21 Juni, matahari seolah-olah berada agak condong di Utara, yaitu di titik balik Utara. Pergerakan matahari seolah-olah terus terjadi, seiring dengan berjalannya waktu, matahari kembali bergeser ke Selatan, hingga pada tanggal 23 September, matahari kembali tepat di atas khatulistiwa, kemudian matahari seolah-olah bergeser ke arah Selatan, hingga pada tanggal 22 Desember, matahari seolah-olah berada agak condong di Selatan, yaitu di titik balik Selatan. Pergerakan matahari seolah-olah terus terjadi, seiring dengan berjalannya waktu, matahari kembali bergeser ke Utara, hingga pada tanggal 23 Maret, matahari kembali tepat di atas khatulistiwa. Kondisi ini berjalan terus menerus sepanjang waktu.
Peristiwa tersebut akan berpengaruh terhadap kondisi kelembapan dan tekanan udara di Indonesia. Saat matahari banyak berada di wilayah belahan bumi Utara (antara pertengahan bulan Maret - September), maka di daerah Utara (kawasan Benua Asia) akan mengalami pemanasan maksimal. Hal ini menyebabkan daerah tersebut memiliki tekanan udara minimum. Kondisi ini menyebabkan angin berembus dari daerah bertekanan tinggi (dari belahan bumi Selatan atau Benua Australia) ke daerah bertekanan rendah (belahan bumi Utara atau Benua Asia). Gerakan udara ini menimbulkan angin monsun atau musim yang disebut angin monsun Timur (Tenggara), bertiup antara bulan April - Oktober. Perjalanan angin ini hanya melalui perairan yang relatif sempit, sehingga angin monsun Timur (Tenggara) hanya memiliki sedikit kandungan air. Hal ini menyebabkan terjadinya musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia.
Sebaliknya, saat kedudukan matahari berada di wilayah bumi bagian Selatan (antara pertengahan bulan September - Maret), maka di daerah Selatan (Benua Australia) akan mengalami pemanasan yang maksimal. Hal ini menyebabkan daerah tersebut memiliki tekanan udara minimum. Kondisi ini menyebabkan angin berembus dari daerah bertekanan maksimum (Benua Asia) ke daerah bertekanan minimum (Benua Australia). Gerakan udara ini menimbulkan angin yang disebut angin monsun Barat. Angin monsun Barat bergerak dari daratan Asia sekitar bulan Oktober - April. Dalam perjalanannya, angin ini melalui wilayah perairan yang cukup luas (Samudra Hindia dan Pasifik), sehingga memiliki kandungan uap air yang cukup besar dan mendatangkan musim hujan bagi sebagian besar wilayah Indonesia.
Perubahan musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya disebut masa peralihan antarmusim atau lebih dikenal dengan sebutan musim pancaroba. Musim pancaroba dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: peralihan dari musim penghujan ke musim kemarau, terjadi antara bulan Maret - April; dan peralihan dari musim kemarau ke musim penghujan, terjadi antara bulan September - Oktober.
2. Relief Daratan Indonesia
Relief adalah bentuk kekasaran permukaan bumi, baik berupa tonjolan, dataran, atau cekungan. Permukaan daratan Indonesia sangat bervariasi, hal ini dikarenakan Indonesia memiliki sejarah dan formasi geologi yang unik. Indonesia menempati dua lapisan Lempeng benua yang berbeda, yaitu Lempeng Benua Asia di kawasan Barat dan lempeng Benua Australia di kawasan Timur. Selain itu, Indonesia berada pada jalur pertemuan lempeng dunia, sehingga banyak menghasilkan rangkaian gunung api. Secara garis besar, relief daratan Indonesia dapat dibedakan atas daerah pantai, dataran rendah, dan dataran tinggi atau daerah pegunungan. Indonesia banyak memiliki gunung dan pegunungan, hal ini dikarenakan Indonesia dilintasi oleh dua jalur pegunungan muda, yaitu Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediterania. Sirkum Pasifik merupakan rangkaian pegunungan di sekeliling Samudra Pasifik. Berawal dari Pegunungan Andes di Amerika Selatan, Rocky Mountain di Amerika Utara, Alaska, Kepulauan Aleut, Kepulauan Kuril, Kepulauan Jepang, Taiwan, Filipina, Pulau Irian, hingga Selandia Baru. Adapun Sirkum Mediterania dimulai dari Afrika Utara dan Eropa Selatan, lewat Asia Barat, Pegunungan Himalaya, Thailand Utara, Myanmar, Kepulauan Andaman, dan Indonesia. Di Indonesia, jalur tersebut terpecah menjadi dua, yang dikenal dengan sebutan jalur busur dalam dan jalur busur luar. Jalur busur luar berada di perairan sebelah Barat Sumatra, sebelah Selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara, dan berakhir di Kepulauan Tanimbar. Adapun jalur busur dalam berada di Pulau Sumatra, membentuk rangkaian Bukit Barisan di bagian Barat Sumatra, rangkaian pegunungan Selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara, hingga Kepulauan Banda. Indonesia tercatat memiliki 128 gunung api, 90 di antaranya masih aktif dan selalu menunjukkan aktivitas vulkanismenya. Selain itu, terdapat tidak kurang dari 400 gunung api yang telah mati. Sebuah gunung dianggap telah mati jika sejak tahun 1600 tidak lagi menunjukkan adanya gejala vulkanisme. Banyaknya gunung api ini memengaruhi jenis dan kesuburan tanah, karena proses vulkanisme dapat menghasilkan tanah baru dan debu hasil letusannya mampu menyuburkan tanah. Hal inilah yang menyebabkan sebagian besar wilayah Indonesia merupakan lahan yang subur. Selain itu, banyaknya gunung api juga berpengaruh terhadap kondisi cuaca, khususnya curah hujan sebagai akibat dari proses orografis, serta ketersediaan air tawar karena banyak terdapat mata air di lereng-lerengnya yang menimbulkan aliran sungai.

3. Persebaran Jenis Tanah
Tanah merupakan suatu benda alam yang menempati lapisan kulit bumi terluar yang tersusun dari butir tanah, air, udara, serta sisa tumbuhan dan hewan yang merupakan tempat hidup makhluk hidup. Tanah terbentuk dari batuan induk atau batuan dasar yang mengalami pelapukan sehingga pecah menjadi bagian yang kecil-kecil. Berdasarkan prosesnya, pelapukan batuan induk menjadi tanah dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu pelapukan fisik, pelapukan biologi, dan pelapukan kimia. Pelapukan fisik terjadi karena aktivitas tenaga-tenaga eksogen, seperti perbedaan suhu udara, terpaan angin, tenaga arus air atau gelombang serta gletser yang terjal secara terus menerus pada batuan. Pelapukan biologi terjadi karena adanya aktivitas makhluk hidup, baik hewan atau tumbuhan, di dalam tanah yang menyebabkan lapuk dan pecahnya lapisan batuan menjadi massa batuan yang lebih kecil hingga menjadi tanah. Adapun pelapukan kimia terjadi karena adanya proses kimia yang terjadi dan mengubah susunan kimia batuan sehingga batuan lebih mudah lapuk dan pecah menjadi massa batuan yang lebih kecil hingga menjadi tanah. Ketiga proses tersebut tentu saja memerlukan waktu dan intensitas yang terus menerus sehingga pembentukan tanah merupakan suatu proses yang sangat lama. Ketiga proses tersebut telah kalian pelajari di kelas VII, coba bukalah kembali catatan kalian tentang ketiga proses pelapukan batuan tersebut!
Tanah yang ideal untuk pertanian adalah tanah yang mengandung unsur bahan mineral (45%), air (20-30%), udara (20-30%) dan bahan organik (5%). Akan tetapi, kondisi tersebut biasanya sulit ditemui secara ideal di lapangan karena adanya perbedaan jenis tanah. Berdasarkan proses pembentukannya, maka tanah dapat dibedakan menjadi beberapa jenis menurut sifat-sifatnya. Jenis-jenis tanah di Indonesia, antara lain, dapat dibedakan seperti berikut ini.
a. Tanah Vertikal
Bentuk persebaran tanah vertikal dapat kalian lihat saat ada penggalian parit, liang, atau sumur. Saat mencapai kedalaman tertentu, kalian akan melihat perbedaan warna lapisan tanah. Perbedaan warna lapisan tanah tersebut dikenal dengan sebutan profil tanah. Secara garis besar, profil tanah terdiri atas empat lapisan.
1) Lapisan tanah atas
Lapisan tanah atas disebut juga topsoil, merupakan bentuk lapisan tanah yang paling subur, berwarna cokelat kehitam-hitaman, gembur, dan memiliki ketebalan hingga 30 cm. Pada lapisan tanah inilah berkembang aktivitas organisme tanah. Warna cokelat kehitaman dan kesuburan tanah pada lapisan ini disebabkan pengaruh humus (bunga tanah), yaitu campuran sisa tumbuhan dan hewan yang telah mati
dan membusuk di dalam lapisan atas.
2) Lapisan tanah bawah
Lapisan tanah bawah disebut juga subsoil, merupakan lapisan tanah yang berada tepat di bawah lapisan topsoil. Lapisan ini memiliki sifat kurang subur karena memiliki kandungan zat makanan yang sangat sedikit, berwarna kemerahan atau lebih terang, strukturnya lebih padat, dan memiliki ketebalan antara 50 - 60 cm. Pada lapisan ini, aktivitas organisme dalam tanah mulai berkurang, demikian juga dengan sistem perakaran tanaman. Hanya tanaman keras yang berakar tunggang saja yang mampu mencapainya.
3) Lapisan bahan induk tanah
Lapisan bahan induk tanah disebut juga regolith, merupakan asal atau induk dari lapisan tanah bawah. Pada profil tanah, lapisan ini berwarna kelabu keputih-putihan, bersifat kurang subur karena tidak banyak mengandung zat-zat makanan, strukturnya sangat keras, dan sulit ditembus sistem perakaran. Di lereng-lerang pegunungan lipatan atau patahan, lapisan ini seringkali tersingkap dengan jelas.
Akan tetapi karena sifat-sifat tersebut, maka lapisan tanah ini sulit dibudidayakan dan hanya akan menghasilkan tanaman yang kerdil dan tidak berkembang.
4) Lapisan batuan induk
Lapisan batuan induk disebut juga bedrock, merupakan bentuk batuan pejal yang belum mengalami proses pemecahan. Lapisan ini terletak di lapisan paling bawah, sehingga jarang dijumpai manusia. Akan tetapi di pegunungan lipatan atau patahan, lapisan ini terkadang tersingkap dan berada di lapisan atas. Bila hal ini terjadi, maka lahan tersebut merupakan lahan yang tandus dan tidak dapat ditanami karena masih merupakan lapisan batuan.
b . Jenis-Jenis Tanah (Perersebaran Tanah Horizontal)
Persebaran tanah secara horizontal di Indonesia dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, berikut ini.
1) Tanah gambut (organosol)
Tanah gambut berwarna hitam, memiliki kandungan air dan bahan organik yang tinggi, memiliki pH atau tingkat keasaman yang tinggi, miskin unsur hara, drainase jelek, dan pada umumnya kurang begitu subur. Di Indonesia, persebaran tanah gambut paling banyak terdapat di Kalimantan Selatan, disusul Sumatra Selatan, Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Jambi, Kalimantan Timur, dan Papua bagian Selatan. Karena sifatnya yang kurang subur, maka pemanfaatan jenis tanah ini terbatas untuk pertanian perkebunan seperti karet, kelapa dan palawija.
2) Tanah latosol
Tanah latosol berwarna merah kecokelatan, memiliki profil tanah yang dalam, mudah menyerap air, memiliki pH 6 – 7 (netral) hingga asam, memiliki zat fosfat yang mudah bersenyawa dengan unsur besi dan aluminium, kadar humusnya mudah menurun. Tersebar di kawasan Bukit Barisan (Sumatra), Jawa, Kalimantan Timur dan Selatan, Bali, Papua, dan Sulawesi. Jenis tanah ini pada dasarnya merupakan bentuk pelapukan dari batuan vulkanis.
3) Tanah regosol
Tanah regosol merupakan hasil erupsi gunung berapi, bersifat subur, berbutir kasar, berwarna keabuan, kaya unsur hara, pH 6 - 7, cenderung gembur, kemampuan menyerap air tinggi, dan mudah tererosi. Persebaran jenis tanah ini di Indonesia terdapat di setiap pulau yang memiliki gunung api, baik yang masih aktif ataupun yang sudah mati. Banyak dimanfaatkan untuk lahan pertanian.
4) Tanah aluvial
Tanah aluvial meliputi lahan yang sering mengalami banjir, sehingga dapat dianggap masih muda. Sifat tanah ini dipengaruhi langsung oleh sumber bahan asal sehingga kesuburannya pun ditentukan sifat bahan asalnya. Misalnya tanah yang terdapat di Lembah Sungai Bengawan Solo yang berasal dari pegunungan karst (Pegunungan Sewu), umumnya kurang subur karena kekurangan unsur fosfor dan kalium. Sebaliknya, tanah di lembah Sungai Opak, Progo, dan Glagah yang berasal dari Gunung Merapi umumnya lebih subur karena tergolong gunung muda sehingga kaya akan unsur hara dan tersusun atas debu vulkanis yang produktif. Secara umum, sifat jenis tanah ini mudah digarap, dapat menyerap air, dan permeabel sehingga cocok untuk semua jenis tanaman pertanian. Tersebar luas di sepanjang lembah sungai-sungai besar di Indonesia.
5) Tanah litosol
Tanah litosol dianggap sebagai lapisan tanah yang masih muda, sehingga bahan induknya dangkal (kurang dari 45 cm) dan seringkali tampak di permukaan tanah sebagai batuan padat yang padu. Jenis tanah ini belum lama mengalami pelapukan dan sama sekali belum mengalami perkembangan. Jika akan dimanfaatkan untuk lahan pertanian, maka jenis tanah ini harus dipercepat perkembangannya, antara lain, dengan penghutanan atau tindakan lain untuk mempercepat pelapukan dan pembentukan topsoil. Jenis tanah ini tersebar luas di seluruh Kepulauan Indonesia, meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, Nusa Tenggara, dan Maluku Selatan. Adapun di Sumatra, jenis tanah ini terdapat di wilayah yang tersusun dari batuan kuarsit, konglomerat, granit, dan batu lapis.
6) Tanah grumusol
Tanah grumusol pada umumnya mempunyai tekstur liat, berwarna kelabu hingga hitam, pH netral hingga alkalis, dan mudah pecah saat musim kemarau. Di Indonesia, jenis tanah ini terbentuk pada tempat-tempat yang tingginya tidak lebih dari 300 m di atas permukaan laut dengan topografi agak bergelombang hingga berbukit, temperatur rata-rata 25oC, curah hujan <2.500 mm, dengan pergantian musim hujan dan kemarau yang nyata. Persebarannya meliputi Sumatra Barat, Jawa Barat (daerah Cianjur), Jawa Tengah (Demak, Grobogan), Jawa Timur (Tuban, Bojonegoro, Ngawi, Madiun, dan Bangil), serta di Nusa Tenggara Timur. Pemanfaatan jenis tanah ini pada umumnya untuk jenis vegetasi rumputrumputan atau tanaman keras semusim (misalnya pohon jati).
7) Tanah andosol
Tanah andosol terbentuk dari endapan abu vulkanik yang telah mengalami pelapukan sehingga menghasilkan tanah yang subur. Jenis tanah ini berwarna cokelat kehitaman, tersebar di pulau-pulau yang memiliki gunung api aktif, seperti di Sumatra bagian Barat, Jawa, Bali, dan sebagian Nusa Tenggara. Tanah jenis ini banyak ditemukan di dataran tinggi bersuhu sedang hingga dingin. Oleh karena itu, jenis tanah ini banyak dikembangkan untuk tanaman perkebunan dan hortikultura.
8) Tanah podzolik merah-kuning
Tanah podzolik merah-kuning merupakan jenis tanah yang memiliki persebaran terluas di Indonesia. Berasal dari bahan induk batuan kuarsa di zona iklim basah dengan curah hujan antara 2.500 - 3.000 mm/tahun. Sifatnya mudah basah dan mudah mengalami pencucian oleh air hujan, sehingga kesu-burannya berkurang. Dengan pemupukan yang teratur, jenis tanah ini dapat dimanfaatkan untuk persawahan dan perkebunan. Tersebar di dataran-dataran tinggi Sumatra, Sulawesi, Papua, Kalimantan, Jawa Barat, Maluku, dan Nusa Tenggara.
9) Tanah rendzina
Tanah rendzina tersebar tidak begitu luas di beberapa pulau Indonesia. Berdasarkan luasannya, daerah-daerah di Indonesia yang memiliki jenis tanah ini adalah Maluku, Papua, Aceh, Sulawesi Selatan, Lampung, dan Pegunungan Kapur di Jawa. Rendzina merupakan tanah padang rumput yang tipis berwarna gelap, terbentuk dari kapur lunak, batu-batuan mergel, dan gips. Pada umumnya memiliki kandungan Ca dan Mg yang tinggi dengan pH antara 7,5 - 8,5 dan peka terhadap erosi. Jenis tanah ini kurang bagus untuk lahan pertanian, sehingga dibudidaya-kan untuk tanaman-tanaman keras semusim dan palawija.
B. Persebaran Flora dan Fauna
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Dari berbagai penelitian menyebutkan bahwa > 10% kehidupan jenis mahkluk hidup di muka bumi ini ada di Indonesia, sedangkan luas daratan Indonesia hanya < 1 75 dari seluruh luas daratan di dunia. Keadaan ini menempatkan Indonesia sebagai satu di antara tujuh negara mega biodiversity, dengan luas hutan tropis terbesar ketiga setelah Brasil (Amerika Selatan) dan Zaire (Afrika).
1. Dunia Tumbuhan (Flora)
Persebaran jenis-jenis tumbuhan di Indonesia tidaklah merata. Daerah yang memiliki jenis tumbuhan terbanyak terdapat di kawasan hutan hujan primer di dataran rendah Kalimantan, disusul oleh Papua, Sumatra, Jawa, Sulawesi, Maluku, serta kawasan Nusa Tenggara. Perbedaan jenis dan persebaran flora ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain, iklim, kondisi tanah, relief daratan, dan formasi geologi.
a. Iklim
Unsur iklim yang berpengaruh terhadap keanekaragaman flora, antara lain, curah hujan, suhu, kelembapan udara dan angin. Ke empat unsur tersebut akan membentuk suatu kondisi lingkungan tertentu yang memengaruhi sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Daerah dengan curah hujan dan kelembapan udara yang tinggi cenderung memiliki vegetasi yang beraneka ragam, misalnya hutan hujan tropis di pedalaman Kalimantan. Kondisi fisik hutan hujan tropis, antara lain, pohonnya besar-besar, ketinggian pohon beragam, suasana selalu basah atau lembap, daun-daun lebat sehingga sinar matahari terhalang dan tidak dapat menyinari lantai hutan secara langsung, dan banyak ditemui vegetasi yang merambat.
b . Kondisi Tanah
Kondisi tanah berpengaruh terhadap tingkat kesuburan tanah. Kondisi tanah dipengaruhi oleh iklim dan batuan induk atau bahan penyusun lapisan tanah. Iklim dapat mempercepat proses pelapukan dan pembentukan tanah, sedangkan batuan induk menentukan sifat dasar tanah. Misalnya, batuan kapur akan menghasilkan tanah laterit yang kurang subur, sedangkan endapan vulkanik akan menghasilkan jenis tanah andosol yang subur.
c . Relief Daratan
Relief daratan berhubungan dengan ketinggian tempat dan kemiringan lereng. Seperti telah kita ketahui, ketinggian tempat erat kaitannya dengan suhu dan iklim setempat, sehingga pada akhirnya akan berpengaruh terhadap jenis vegetasinya. Masih ingatkah kalian dengan pembagian iklim menurut Junghuhn? Junghuhn membagi iklim berdasarkan dua faktor, yaitu ketinggian tempat dan jenis tanaman. Masing-masing ketinggian tempat memiliki suhu atau temperatur yang berbeda-beda sehingga suatu daerah dapat dibedakan atas daerah sedang, daerah sejuk, dan daerah dingin. Keadaan ini juga akan memengaruhi jenis tanaman tertentu yang bisa hidup. Untuk lebih jelasnya kalian dapat membuka buku kalian pada kelas VII.
d . Formasi Geologi
Formasi geologi berpengaruh terhadap persebaran jenis batuan dasar dan jenis vegetasi. Telah kita ketahui, bahwa sejarah geologi Kepulauan Indonesia terdiri atas dua paparan benua, yaitu paparan Benua Asia untuk wilayah Indonesia bagian Barat (Pulau Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan Bali) serta paparan Benua Australia untuk wilayah Indonesia bagian Timur (Kepulauan Maluku, Papua, dan Aru). Di antara kedua paparan benua tersebut terdapat zona peralihan (Kepulauan Nusa Tenggara dan Sulawesi) yang mempunyai corak atau ciri khas tersendiri. Berdasarkan faktor-faktor yang memengaruhi persebaran flora tersebut, secara garis besar, jenis-jenis flora di Indonesia dapat dibedakan, berikut ini.
a. Flora di Indonesia Bagian Barat
Flora di wilayah Indonesia bagian Barat didominasi oleh vegetasi hutan hujan tropis yang selalu basah. Hal ini dikarenakan pada kawasan ini mempunyai curah hujan dan kelembapan yang cukup tinggi. Jenis-jenis flora di kawasan ini memiliki kesamaan ciri dengan flora di Benua Asia pada umumnya. Adapun flora tipe Asia (Asiatis) memiliki ciri-ciri, berikut ini.
1) Memiliki berbagai jenis tumbuhan kayu yang berharga, misalnya jati, meranti, kruing, mahoni, dan sejenisnya.
2) Selalu hijau sepanjang tahun.
3) Bersifat heterogen.
Selain itu, di wilayah Indonesia bagian Barat juga terdapat tumbuhan endemik (hanya ada di daerah tersebut), yaitu Raflesia arnoldi di Sumatra. Wilayah Indonesia bagian Barat juga banyak dijumpai kawasan hutan mangrove (hutan bakau), antara lain di pantai Timur Sumatra, pantai Barat dan Selatan Kalimantan, serta pantai Barat dan Utara Jawa.
b . Flora di Indonesia Bagian Tengah
Daerah peralihan meliputi wilayah Pulau Sulawesi dan kepulauan di sekitarnya serta Kepulauan Nusa Tenggara. Di kawasan ini tidak kita jumpai adanya hutan yang lebat. Jenis hutan yang ada hanyalah hutan semusim atau hutan homogen yang tidak begitu lebat, bahkan di kawasan Nusa Tenggara kita hanya akan menjumpai adanya sabana dan stepa. Sabana adalah padang rumput yang luas dengan tumbuhan kayu di sana-sini, sedangkan stepa adalah tanah kering yang hanya ditumbuhi semak belukar. Kondisi ini terjadi karena di wilayah Nusa Tenggara memiliki curah hujan yang relatif lebih sedikit bila dibandingkan pulau-pulau lain di Indonesia. Jenis tumbuhan yang mendominasi di wilayah Indonesia bagian tengah, antara lain, jenis palma, cemara, dan pinus.
c . Flora di Indonesia Bagian Timur
Flora di wilayah Indonesia bagian Timur didominasi oleh hutan hujan tropis. Akan tetapi, jenis tumbuhannya berbeda dengan jenis tumbuhan di wilayah Indonesia bagian Barat. Jenis flora di wilayah hutan hujan tropis bagian Timur memiliki kesamaan dengan flora di kawasan Benua Australia, sehingga jenis floranya bersifat Australis. Salah satu flora ciri khas di kawasan Indonesia Timur adalah anggrek.
2. Dunia Hewan (Fauna)
Keanekaragaman fauna di Indonesia secara langsung atau tidak langsung dipengaruhi oleh keadaan floranya. Luasnya wilayah dan sejarah geologi yang panjang menempatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki kekayaan fauna yang patut dibanggakan. Berdasarkan penelitian, 17% jenis burung dunia, 16% jenis reptil dunia, dan 12% jenis mamalia dunia dapat dijumpai di Indonesia. Angka-angka tersebut belum termasuk fauna endemik, diperkirakan 200 dari 515 jenis mamalia di Indonesia adalah jenis mamalia endemik, demikian pula 430 dari 1.519 jenis burung yang ada.
Kepulauan Indonesia memiliki sejarah geologis yang menarik. Hal ini berpengaruh terhadap persebaran faunanya. Laut yang memisahkan antarpulau membatasi hubungan antarfauna sejenis, sehingga mereka secara berangsur-angsur berkembang dengan cara mereka masing-masing sesuai dengan adaptasi mereka terhadap lingkungan setempat. Hal inilah salah satu faktor yang memunculkan keanekaragaman fauna di Indonesia. Secara garis besar, persebaran fauna di Indonesia dapat dibedakan menjadi fauna Indonesia bagian Barat, fauna Indonesia bagian tengah, dan fauna Indonesia bagian Timur.
a. Fauna Indonesia Bagian Barat
Fauna Indonesia bagian Barat adalah fauna-fauna yang terdapat di Pulau Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Dahulu pulau-pulau tersebut merupakan satu daratan dengan Semenanjung Malaka (Benua Asia), sehingga flora dan faunanya dapat berkembang dan berpencar secara bebas. Ketika Sumatra, Kalimantan, dan Jawa terpisah dari Benua Asia, maka masing-masing daerah tersebut membawa perwakilan jenis flora dan fauna yang sama. Oleh karena itu, jenis fauna di wilayah Indonesia bagian Barat disebut juga dengan jenis fauna Asiatis. Beberapa ciri fauna Asiatis, antara lain, banyak dijumpai mamalia ukuran besar, banyak dijumpai berbagai jenis kera dan jenis ikan air tawar, akan tetapi sedikit jenis burung berwarna. Beberapa jenis fauna endemik di wilayah Indonesia bagian Barat, antara lain, badak bercula satu, burung merak, jalak bali, dan orang utan.
b . Fauna Indonesia Bagian Tengah
Jenis fauna Indonesia tengah terdapat di Pulau Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan beberapa pulau di sekitarnya. Fauna Indonesia bagian tengah ini merupakan fauna peralihan, karena mempunyai ciri khas tersendiri bila dibandingkan dengan fauna Indonesia bagian Barat ataupun fauna Indonesia bagian Timur. Perbedaan karakteristik fauna antara Indonesia bagian Barat dengan Indonesia bagian tengah dibatasi dengan garis khayal yang dikenal dengan sebutan Garis Wallacea. Hewan khas yang terdapat di wilayah Indonesia bagian tengah, antara lain, burung maleo, anoa, komodo, dan babirusa.
c . Fauna Indonesia Bagian Timur
Fauna Indonesia bagian Timur adalah jenis fauna yang terdapat di Pulau Papua, Kepulauan Aru, dan beberapa pulau kecil di sekitarnya. Dahulu pulau-pulau tersebut merupakan satu kesatuan dengan Benua Australia sehingga flora dan faunanya dapat berkembang dan berpencar secara bebas. Ketika Papua dan beberapa pulau lainnya terpisah dari Benua Australia, maka daerah-daerah tersebut membawa perwakilan jenis flora dan fauna yang sama. Oleh karena itu, jenis fauna di wilayah Indonesia bagian Timur disebut juga dengan jenis fauna Australis. Karakteristik fauna di wilayah Indonesia Timur berbeda dengan karakteristik fauna di Indonesia bagian tengah. Perbedaan wilayah ini dibatasi oleh garis khayal yang dikenal dengan sebutan garis Webber. Beberapa ciri fauna Australis, antara lain, memiliki jenis mamalia berukuran kecil, hanya memiliki satu jenis kera, terdapat jenis hewan berkantung, banyak terdapat jenis burung berbulu indah, akan tetapi sedikit jenis ikan air tawar. Beberapa jenis fauna endemik di wilayah Indonesia bagian Timur, antara lain, burung cendrawasih, dan burung kasuari. Pembagian wilayah flora dan fauna oleh garis Wallacea dan Webber tersebut didasarkan pada kesamaan sifat makhluk hidup dan sejarah geologi yang memengaruhi persebarannya. Apabila dipetakan, maka lintasan garis Wallacea dan Webber akan tampak seperti berikut ini.

C. Kondisi Sosial Indonesia
1. Suku Bangsa
Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan keturunan. Secara etimologis, sebagian besar suku bangsa di Indonesia berasal dari keturunan rumpun bangsa Mongoloid. Mereka pada umumnya tersebar di wilayah Indonesia bagian Barat. Sebagian lagi, terutama yang tinggal di wilayah Indonesia bagian Timur, merupakan keturunan Melanesia dan Negroid. Wilayah Indonesia yang sangat luas dengan kondisi alam yang beraneka ragam menghasilkan suatu pola kehidupan masyarakat yang beraneka ragam pula. Kebiasaan masyarakat yang tumbuh dan berkembang dipengaruhi oleh kondisi fisik lingkungan setempat. Hal inilah yang menyebabkan bangsa Indonesia memiliki beraneka ragam suku bangsa dengan berbagai adat dan budayanya yang unik. Tercatat tidak kurang dari 250 suku bangsa yang telah dapat diidentifikasi di Indonesia. Beberapa suku bangsa memiliki jumlah penduduk yang besar, di antaranya adalah suku Jawa (45% jumlah penduduk Indonesia), Sunda (14% jumlah penduduk Indonesia), Madura (8%), dan Batak (7%). Keanekaragaman suku bangsa tersebut melahirkan keanekaragaman budaya. Berbagai peninggalan budaya yang terkenal antara lain, berbagai bentuk candi, pakaian tradisional, tarian, wayang, kesusastraan, upacara adat, dan berbagai seni pertunjukan lainnya.
2. Penduduk
Indonesia termasuk salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Jumlah penduduk Indonesia adalah 205,8 juta jiwa (BPS, 2005). Berdasarkan jumlah penduduk tersebut, Indonesia menempati urutan keempat dunia setelah Amerika Serikat, urutan ketiga di Asia setelah India dan merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar di kawasan Asia Tenggara. Berdasarkan dari data-data kependudukan yang ada persebaran penduduk di beberapa wilayah di Indonesia masih belum merata. Sekitar 60% penduduk Indonesia masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Ketidakmerataan penduduk di Indonesia menyebabkan pula ketidakseimbangan daya dukung wilayah antara Pulau Jawa dengan di luar Pulau Jawa. Kondisi demikian, merupakan suatu masalah bagi pemerintah terkait dalam upaya pemerataan pembangunan maupun dalam hubungannya dengan pertahanan dan keamanan. Hal ini perlu mendapat perhatian dan upaya penanganan dari pemerintah mengingat penduduk merupakan salah satu unsur penting yang dapat menunjang perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Ulasan tentang penduduk Indonesia dengan segala dinamikanya dapat kalian pelajari lebih lanjut pada bab dinamika penduduk dalam buku ini.
3. Bahasa
Bahasa resmi yang digunakan di Indonesia adalah bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia termasuk dalam rumpun bahasa Melayu yang berkembang di beberapa negara di wilayah Asia Tenggara, seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Indonesia. Selain bahasa Indonesia, terdapat sekitar 300 bahasa daerah dengan dialek bahasa dan jenis aksaranya masing-masing. Beberapa bahasa daerah yang berkembang, antara lain, bahasa Jawa (memiliki lebih dari 80 juta penutur dengan dialek daerah yang berbeda-beda) yang digunakan di Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur. Selain itu terdapat juga bahasa dan dialek Sunda di Jawa Barat. Di Sumatra berkembang bahasa dan dialek Aceh, Batak, dan Minangkabau. Di Kalimantan berkembang bahasa Melayu dengan dialek Iban, Kahayan, dan berbagai dialek daerah lainnya. Di Bali dan Nusa Tenggara berkembang bahasa dan dialek Bali, Sasak, dan Sumbawa. Di Sulawesi dan Minahasa berkembang bahasa dan dialek Toraja, Bugis, dan Makassar. Adapun di Papua berkembang bahasa dan dialek Papua. Selain perkembangan bahasa dan dialek daerah tersebut, terdapat juga aksara-aksara lama selaku aksara daerah yang digunakan dalam penulisan hasil-hasil kesusastraan masa lampau. Bentuk-bentuk aksara tersebut, di antaranya aksara Jawa, aksara Bali, aksara Batak, dan aksara Bugis.
4. Agama
Kepercayaan asli nenek moyang Indonesia adalah animisme dan dinamisme. Animisme adalah kepercayaan terhadap roh yang menempati bendabenda tertentu. Adapun dinamisme adalah kepercayaan bahwa benda-benda tertentu mempunyai kekuatan. Kepercayaan ini sudah ada jauh sebelum kedatangan ajaran agama di Indonesia. Agama yang terbesar jumlah penganutnya di Indonesia adalah agama Islam, > 85% penduduknya memeluk agama ini. Agama lain yang berkembang adalah agama Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Cu. Selain itu terdapat berbagai jenis aliran kepercayaan kepada Tuhan yang berkembang di masyarakat.
5. Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu indikator penunjang naiknya tingkat kualitas penduduk. Pada tahun ajaran 2000, tidak kurang dari 28,7 juta anak Indonesia terdaftar sebagai siswa sekolah dasar. Pemerintah mengadakan program wajib belajar 6 tahun bagi warga negaranya. Kondisi ini kemudian semakin berkembang dengan digalakkannya program pendidikan dasar hingga 9 tahun yang meliputi pendidikan sekolah dasar (6 tahun) dan sekolah menengah pertama (3 tahun). Upaya ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas penduduk Indonesia.
D. Kegiatan Ekonomi Penduduk Indonesia
Kegiatan ekonomi meliputi semua bentuk kegiatan penduduk dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya. Kegiatan ekonomi manusia bermacam-macam. Secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kegiatan ekonomi agraris dan kegiatan ekonomi nonagraris.
1. Kegiatan Ekonomi Agraris
Kegiatan ekonomi agraris adalah kegiatan ekonomi penduduk dalam memanfaatkan faktor-faktor alam, khususnya dalam bidang pertanian; termasuk di dalamnya adalah peternakan, perikanan, perkebunan, dan kehutanan. Pada umumnya, kegiatan ekonomi agraris berpusat di daerah-daerah pedesaan yang masih menyediakan lahan yang cukup luas. Secara umum, pertanian atau persawahan banyak diusahakan di daerah pedesaan Pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, Bali, dan sebagian Sulawesi. Akan tetapi, dari beberapa daerah tersebut, Pulau Jawa merupakan pusat penghasil padi utama, hal ini dikarenakan kondisi alam di Pulau Jawa sangat mendukung. Meskipun luas, lahan pertaniannya semakin berkurang dari tahun ke tahun. Selain pertanian, kegiatan ekonomi agraris lain yang diusahakan adalah perikanan darat, perkebunan, dan peternakan. Di wilayah Sumatra, kegiatan ekonomi agraris didominasi oleh tanaman perkebunan. Jenis tanaman perkebunan utama adalah kelapa sawit, di samping teh, kopi, karet, dan beberapa jenis buah-buahan. Perkebunan kelapa sawit di Sumatra merupakan yang terluas di Asia Tenggara. Pertanian padi diusahakan di daerah
pedesaan, sedangkan perikanan darat banyak diusahakan di danau, rawa-rawa, dan sungai-sungai besar dengan menggunakan sistem karamba. Adapun jenis ternak yang diusahakan relatif sama dengan jenis ternak di Pulau Jawa.
Di wilayah Kalimantan, kegiatan ekonomi agraris didominasi oleh hutan primer dan hutan produksi. Keberadaan hutan di Kalimantan merupakan salah satu yang terluas di dunia, di dalamnya tersimpan kekayaan flora dan fauna. Di samping itu, kegiatan ekonomi agraris lain adalah perkebunan (khususnya perkebunan kayu). Jenis peternakan yang diusahakan relatif hampir sama dengan jenis peternakan di Pulau Jawa, namun ada jenis peternakan yang unik dilakukan di Kalimantan, yaitu peternakan jenis kerbau rawa. Adapun jenis perikanan darat banyak diusahakan di danau, sungai, dan rawa-rawa. Di wilayah Papua, kegiatan ekonomi agraris masih didominasi oleh kegiatan kehutanan, perkebunan sagu, dan sistem pertanian lahan kering (peladangan dan tegalan). Jenis tanaman yang diusahakan oleh penduduk pada umumnya jenis sayuran, sagu, umbiumbian, dan palawija yang digunakan sebagai bahan makanan
pokok. Jenis ikan air tawar di Papua sebenarnya sangat banyak dan beragam, namun belum dibudidayakan lebih lanjut. Pemanfaatannya masih dilakukan dengan cara tradisional, demikian juga dengan peternakan. Kegiatan ekonomi agraris di Sulawesi dan Maluku didominasi oleh kegiatan perkebunan rempah-rempah, sagu, kopi, dan buah-buahan. Maluku memang terkenal sebagai penghasil rempah-rempah, terutama lada dan pala sejak zaman dahulu. Sementara itu, kegiatan perikanan darat banyak diusahakan dengan sistem karamba di perairan danau, misalnya di Danau Tempe dan Danau Poso. Di wilayah Nusa Tenggara, budidaya pertanian persawahan kurang cocok diterapkan, karena di wilayah tersebut curah hujannya relatif lebih sedikit bila dibandingkan dengan daerah lain. Tanaman yang dibudidayakan adalah umbi-umbian, palawija, serta tanaman perkebunan, seperti kopi, cokelat, dan nira. Kegiatan peternakan di daerah ini didominasi hewan-hewan besar, seperti kuda, rusa, dan sapi. Hal ini dikarenakan pada daerah ini banyak terdapat sabana atau padang rumput. Selain itu, kekayaan hayati laut di perairan Indonesia juga menghasilkan udang, ikan, rumput laut, dan mutiara. Secara umum, penangkapan ikan lebih intensif diusahakan di perairan sebelah Barat Sumatra dan sebelah Selatan Jawa, perairan Aru, serta perairan Laut Banda. Adapun perairan Laut Jawa, Selat Malaka, dan Selat Makassar banyak menghasilkan udang dan ikan; sedangkan mutiara banyak dibudidayakan di perairan Lombok, perairan Aru, dan perairan Maluku.
2. Kegiatan Ekonomi Nonagraris
Kegiatan ekonomi nonagraris umumnya lebih berkembang di kawasan perkotaan, khususnya di kota-kota besar. Kegiatan ekonomi nonagraris meliputi usaha pertambangan, industri, perdagangan, dan jasa.
a. Pertambangan
Pertambangan di Indonesia tersebar luas di berbagai wilayah dan menghasilkan berbagai jenis bahan tambang. Akan tetapi, hasil utama pertambangan di Indonesia adalah minyak dan gas (migas) serta batu bara.
1) Minyak dan Gas
Tambang-tambang minyak bumi diusahakan di darat maupun di lepas pantai. Dalam suatu usaha eksplorasi minyak bumi, kita juga menemukan gas alam. Oleh karenanya, minyak dan gas (migas) merupakan andalan ekspor Indonesia. Pusat-pusat pertambangan minyak bumi Indonesia, antara lain, terdapat di Perlak dan Lhokseumawe (NAD); Langkat dan Pangkalanbrandan (Sumatra Utara); Dumai, Duri, Natuna, Minas, Lirik, dan Rumbai (Riau dan Kepulauan Riau); Jambi; Muaraenim dan Prabumulih (Bengkulu); Selat Sunda, Cirebon, dan Jatibarang (Banten dan Jawa Barat); Cepu, Grobogan, dan lepas pantai Rembang (Jawa Tengah); Wonokromo dan Bojonegoro (Jawa Timur); Balikpapan, Tarakan, Pulau Bunyu, dan Kutai (Kalimantan Timur); Pulau Seram (Maluku), serta Sorong, Babo, dan Klamono (Papua). Negara kita merupakan penghasil gas alam terbesar di dunia. Daerah penghasil gas alam utama adalah Plaju dan Sungai Gerong (Sumatra Selatan) serta di Arun dan Bontang. Gas alam yang telah diolah menjadi Liquid Natural Gas (LNG) atau gas alam cair merupakan komoditas ekspor. Secara berturut-turut, negara pengimpor LNG Indonesia terbesar adalah Jepang, Korea Selatan, dan Amerika Serikat.
2) Batubara
Penggunaan batubara dalam negeri saat ini masih terbatas untuk keperluan industri, padahal sejak awal tahun 1990-an, pemerintah sudah mulai menyosialisasikan penggunaan briket batubara untuk kebutuhan rumah tangga. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi konsumsi minyak sebagai bahan bakar utama rumah tangga. Pusat-pusat penambangan batubara di Indonesia terdapat di Bukitasam dan Sawahlunto (Sumatra); muara Sungai Mahakam, Pulau Laut, lembah Sungai Berau, dan lembah Sungai Kapuas (Kalimantan); Sulawesi Selatan; Banten; dan Jawa Barat.
b . Perindustrian
Industri adalah kegiatan memproses atau mengolah bahan mentah menjadi bahan setengah jadi atau bahan setengah jadi menjadi barang konsumsi dengan menggunakan sarana dan peralatan; sedangkan perindustrian adalah segala sesuatu yang bertalian dengan proses- proses industri. Perkembangan industri di Indonesia kian meningkat dari tahun ke tahun. Perkembangan sektor industri ini didukung oleh beberapa faktor, antara lain, ketersediaan sumber daya alam, ketersediaan sumber daya manusia (tenaga kerja), ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai (air bersih, listrik, jalur transportasi, dan komunikasi), potensi pasar yang besar, serta kemampuan dalam penerapan teknologi.
c . Perdagangan
Perdagangan adalah suatu kegiatan jual beli (transaksi) barang dari produsen kepada konsumen. Berdasarkan luas jangkauan pemasaran, perdagangan dapat dibedakan menjadi berikut ini.
1) Perdagangan lokal; yaitu perdagangan yang berlangsung di sekitar kota atau daerah tempat penjual atau produsen bertempat tinggal, misalnya penjualan dalam satu kota atau dalam satu eks karesidenan.
2) Perdagangan regional; yaitu perdagangan yang terjadi antarwilayah, misalnya dari satu eks karesidenan ke wilayah eks karesidenan lain, atau dari satu provinsi ke provinsi lain.
3) Perdagangan nasional; yaitu perdagangan yang terjadi antarwilayah di dalam negeri dan meliputi seluruh wilayah negara yang bersangkutan. Jika wilayah negara tersebut berbentuk kepulauan (seperti Indonesia), maka akan terjadi perdagangan antarpulau yang disebut dengan perdagangan intersuler.
4) Perdagangan internasional; yaitu perdagangan yang terjadi antarbangsa di dunia. Dalam perdagangan internasional dikenal istilah ekspor dan impor. Ekspor adalah kegiatan perdagangan dalam menjual barang ke luar negeri, sedangkan impor adalah kegiatan perdagangan dalam membeli atau mendatangkan barang dari luar negeri. Pusat-pusat perdagangan biasanya terdapat di kota-kota, baik di kota kecamatan, kota tingkat II, ibukota provinsi, hingga ibukota negara, tergantung ruang lingkup pemasarannya. Dalam hal ini, pusat-pusat perdagangan merupakan daerah-daerah yang merupakan simpul komunikasi dan transportasi, baik darat, laut, maupun udara.
d . Jasa
Jasa merupakan aktivitas, kemudahan, atau manfaat yang dapat dijual ke orang lain (konsumen) yang membutuhkannya. Dalam perkembangannya, jasa memegang peranan penting karena dapat mendukung kegiatan perekonomian dan kegiatan manusia pada umumnya. Bentuk-bentuk kegiatan jasa, antara lain, jasa kesehatan, jasa hukum, jasa perbankan, jasa transportasi dan perhubungan, serta jasa telekomunikasi. Seperti halnya perdagangan, pusat-pusat kegiatan jasa pada umumnya terdapat di kota-kota besar sebagai simpul komunikasi dan transportasi.
Seiring dengan kemajuan zaman, kegiatan jasa mulai berkembang di daerah-daerah, bahkan saat ini kegiatan jasa sudah mulai merebak hingga ke pedesaan, misalnya dengan adanya fasilitas BRI unit, ranting perum pegadaian, pelayanan kredit petani di kelurahan, pelayanan warung telekomunikasi (wartel), pelayanan kesehatan, pos keliling, KUD, dan sebagainya. Pemerataan pembangunan di sektor jasa ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam menekan laju urbanisasi.
E. Hubungan antara Kondisi Fisik dan Sosial di Indonesia
Pola kehidupan manusia cenderung dipengaruhi oleh kondisi fisik lingkungan setempat, tidak terkecuali dengan kehidupan sosial ekonominya. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, pemanfaatan lahan oleh manusia harus disesuaikan dengan kondisi fisik lainnya, antara lain jenis tanah, cuaca, ketersediaan air, kemiringan lereng, ataupun dengan kondisi curah hujannya. Secara umum, pemusatan manusia atau penduduk menempati wilayah yang mempunyai ciri fisik ideal, antara lain, topografinya datar atau landai, mudah memperoleh air tanah, kondisi udara sejuk, dan kondisi tanah yang subur. Akan tetapi, kondisi ideal ini tidak tersebar merata di permukaan bumi ini. Oleh karena itu, manusia dituntut mampu beradaptasi dan mengembangkan kemampuan dirinya agar dapat mengurangi pengaruh lingkungan yang kurang menguntungkan. Berdasarkan pengaruh kondisi lingkungan fisiknya, aktivitas sosial ekonomi manusia dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu aktivitas manusia di daerah pantai, di daerah dataran rendah, dan di daerah dataran tinggi atau pegunungan.
1. Daerah Pantai
Kegiatan manusia yang tinggal di daerah pantai erat kaitannya dengan kegiatan perikanan atau kelautan, antara lain, meliputi hal-hal berikut ini.
a. Usaha-usaha nelayan dalam menangkap ikan.
b. Pembuatan tambak-tambak untuk budidaya ikan dan udang, di daerah payau.
c. Pembuatan tambak-tambak untuk menghasilkan garam.
d. Budidaya mutiara dan rumput laut.
e. Dalam bidang pertanian, dilakukan budidaya perkebunan kelapa dan pengolahan sawah pasang surut.
f. Di beberapa wilayah pantai, telah difungsikan sebagai objek wisata, sehingga membuka peluang pengembangan sektor perdagangan dan jasa.
2. Daerah Dataran Rendah
a. Topografinya yang relatif datar membuat kawasan ini layak untuk semua bentuk penggunaan lahan, baik itu untuk pertanian, permukiman, industri, ataupun bentuk-bentuk penggunaan lahan yang lain.
b. Sebagai lahan pertanian, daerah dataran rendah pada umumnya subur karena proses sedimentasi. Jenis tanaman yang cocok, antara lain, padi, palawija, kacang-kacangan, dan buah-buahan.
c. Sebagai lokasi permukiman, daerah ini dapat cepat mengalami perkembangan ke segala arah.
d. Dari segi pembangunan sarana dan prasarana sosial, daerah dataran rendah lebih mudah diusahakan. Hal ini dikarenakan reliefnya datar sehingga sedikit ditemui barier alam serta kondisi tanah yang cukup stabil.
e. Sehubungan dengan ketersediaan sarana dan prasarana, dataran rendah juga sangat cocok digunakan sebagai kawasan industri.
3. Daerah Dataran Tinggi dan Daerah Pegunungan
Kondisi iklim di dataran tinggi dan pegunungan pada umumnya sedang hingga dingin. Hal ini sangat cocok untuk kegiatan-kegiatan, berikut ini.
a. Pertanian dan perkebunan, terutama untuk padi, sayuran, teh, kopi, buah-buahan, serta berbagai jenis bunga dan tanaman hias.
b. Peternakan, terutama sapi, hal ini dikarenakan ketersediaan rumput dan air yang pada umumnya cukup melimpah.
c. Sebagai tujuan wisata, karena pada umumnya, daerah dataran tinggi dan daerah pegunungan mempunyai pemandangan alam yang indah, seperti air terjun, danau, dan agrowisata.
d. Pada lereng-lereng pegunungan, biasanya pemanfaatannya terbatas untuk areal hutan lindung yang fungsinya telah dikembangkan lebih lanjut menjadi hutan produksi ataupun hutan wisata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar